Minggu, 19 April 2009

Dari Sampah Jadi Dollar

Kehadiran plastik sebagai kemasan berbagai macam produk sudah tidak terelakkan lagi. Sepertinya tidak ada hari tanpa plastik, karena hampir semua produk kebutuhan harian dibungkus dengan plastik, mulai dari yang kecil sampai yang besar.
Setiap rumah tangga dapat dipastikan selalu mempunyai kemasan dari bahan plastik, meskipun benda itu bila dibuang ke tanah akan menambah pencemaran lingkungan, karena tidak dapat diurai.
Sebut saja namanya Yuyun. Dia adalah tukang sampah di salah satu RT di kawasan Harapan Mulia, Kemayoran, Jakpus, yang memilah sampah plastik di gerobaknya, karena rumah tangga di lingkungannya tidak membedakan antara sampah anorganik yang tidak terurai di alam dan organik.Sampah plastik itu dijualnya untuk sedikit menambah penghasilan demi kelangsungan hidupnya yang kurang beruntung itu. Pekerjaan mengambil sampah plastik itu sendiri mempunyai arti yang sangat besar untuk mengurangi beban pencemaran lingkungan.Yuyun tidak hanya sendirian. Banyak Yuyun lain yang telah berpartisipasi menyelamatkan bumi. Mereka bekerja di lingkungan yang beraroma tidak sedap dan banyak bakteri pembusuk. Mereka tidak memikirkan bahwa pekerjaan itu mempunyai andil yang cukup besar terhadap pencemaran lingkungan.
Tentu keberadaan sampah plastik itu tidak lepas dari peranan perusahaan-perusahaan besar atau kecil yang menggunakan kemasan plastik untuk membungkus produknya agar produknya aman dan dalam kondisi baik sampai ke tangan konsumen.Ada beberapa perusahaan di Indonesia yang sudah peduli akan lingkungan dan dampak buruk dari sampah plastik yang tidak bersahabat dengan lingkungan sehingga mereka menghargai konsumen yang mengembalikan bekas kemasan produknya, atau melalui pemulung sehingga kemasan plastiknya tidak dibuang mencemari lingkungan.
Sebut saja, The Body Shop, produsen kosmetika Martha Tilaar, PT.Aqua Golden Missisippi, dan PT Unilever Indonesia Tbk.Selain itu, banyak intelektual yang peduli dengan masalah lingkungan pun mempunyai ide brilian untuk mendaur ulang sebagian sampah plastik menjadi produk berdayapakai dan bernilai ekonomis.Sebut saja alumni Fakultas Teknik Industri Institut Teknik Indonesia Aswin Aditya. Di tangannya sampah plastik mampu diubah menjadi aneka produk berharga antara lain tas, ransel, tempat kosmetika, payung atau tas laptop. Awalnya, pria berusia 37 tahun itu ingin menciptakan sesuatu yang tidak biasa. "Saya ingin menjadi trend setter," kenang Aswin sambil tersenyum.Bantu pemerintah sejak akhir 2006, terwujudlah keinginannya untuk mendaur ulang sampah plastik menjadi produk yang berguna. Pilihannya jatuh ke sampah plastik yang tidak bernilai. Inspirasinya itu muncul dari pengalamannya yang pernah bekerja sebagai artisan untuk bahan plastik. S
Sementara sampah plastik banyak dilihatnya di mana-mana.Pemilik usaha Plastic Works yang sempat bekerja di perusahaan otomotif itu mulai menggarap usaha plastik daur ulang itu. "Tujuan saya tidak hanya bisnis, juga membantu program pemerintah seperti Jakarta Green and Clean," tambah Aswin yang baru selesai keliling bersama CNN yang meliput kegiatannya di Jakarta.Dari sampah menjadi produk bernilai ekonomis itu, pria itu memutuskan meninggalkan pekerjaan mapan di salah satu perusahaan swasta demi mengembangkan jaringan bisnis itu. Aswin pun tidak pelit dengan ilmunya, dia berusaha mengembangkan ilmunya ke beberapa komunitas di Jakarta. Dia membina 10 titik komunitas di lima wilayah di DKI, sehingga mereka bisa menghasilkan produk dengan kualitas bagus. Dia mengharapkan dari pembinaan tersebut, komunitas itu juga dapat memasarkan hasilnya.
Di bengkel Aswin di Jakarta, sampah-sampah plastik dikumpulkan dari para pemulung. Tentu plastik yang dibelinya itu tidak terbakar, tidak berlubang dan tidak kusut. Lalu sampah plastik itu dicuci, dijemur, dan dipisah-pisahkan. Plastik dari bekas aneka barang kemasan itu lalu dibentuk menjadi aneka produk berharga.Bengkel Aswin mampu menyulap sampah plastik seharga Rp4.000-Rp5.000 per kg menjadi bermacam produk dengan harga Rp25.000-Rp400.000 per satuan. Setiap minggu dia membeli kurang lebih 100 kg-400 kg per minggu sampah plastik dari pemulung.Produksinya mencapai 750-1.000 unit per bulan. "Saya memasarkannya dari mulut ke mulut," kata pria berdarah campuran Sumatra Barat dari ibu dan Jawa Barat dari ayah itu. Order pun datang.
Hasil karya bengkel yang dikerjakan oleh sembilan karyawan itu tidak hanya diminati oleh konsumen di Jakarta, tetapi juga masyarakat AS, Belanda, Australia, Singapura, dan Jerman. Permintaan yang tetap datang dari AS, karena di negara tersebut orang sudah lebih dulu mengenal produk daur ulang.Paling tidak nilai ekspor dari penjualan produk daur ulang itu mencapai US$5.000-US$7.500 per bulan. "Yang penting menjaga kualitas, desain dan bersih," ungkap Aswin yang mempunyai kurang lebih 30 item produk itu.Agar tidak membosankan, dia terus mengembangkan desain. Tentu dengan jaminan jahitan yang rapih dan kuat. Produk yang dijualnya itu tampil berbeda, karena sampah plastik mepunyai banyak warna dan tulisan, sehingga dia berkreasi untuk mewujudkan penampilan yang indah. (Reni.Efita@bisnis.co.id). Sumber foto: google.co.idReni Efita HendryBisnis Indonesia

Sumber: Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar