Minggu, 19 April 2009

Dari Sampah Jadi Dollar

Kehadiran plastik sebagai kemasan berbagai macam produk sudah tidak terelakkan lagi. Sepertinya tidak ada hari tanpa plastik, karena hampir semua produk kebutuhan harian dibungkus dengan plastik, mulai dari yang kecil sampai yang besar.
Setiap rumah tangga dapat dipastikan selalu mempunyai kemasan dari bahan plastik, meskipun benda itu bila dibuang ke tanah akan menambah pencemaran lingkungan, karena tidak dapat diurai.
Sebut saja namanya Yuyun. Dia adalah tukang sampah di salah satu RT di kawasan Harapan Mulia, Kemayoran, Jakpus, yang memilah sampah plastik di gerobaknya, karena rumah tangga di lingkungannya tidak membedakan antara sampah anorganik yang tidak terurai di alam dan organik.Sampah plastik itu dijualnya untuk sedikit menambah penghasilan demi kelangsungan hidupnya yang kurang beruntung itu. Pekerjaan mengambil sampah plastik itu sendiri mempunyai arti yang sangat besar untuk mengurangi beban pencemaran lingkungan.Yuyun tidak hanya sendirian. Banyak Yuyun lain yang telah berpartisipasi menyelamatkan bumi. Mereka bekerja di lingkungan yang beraroma tidak sedap dan banyak bakteri pembusuk. Mereka tidak memikirkan bahwa pekerjaan itu mempunyai andil yang cukup besar terhadap pencemaran lingkungan.
Tentu keberadaan sampah plastik itu tidak lepas dari peranan perusahaan-perusahaan besar atau kecil yang menggunakan kemasan plastik untuk membungkus produknya agar produknya aman dan dalam kondisi baik sampai ke tangan konsumen.Ada beberapa perusahaan di Indonesia yang sudah peduli akan lingkungan dan dampak buruk dari sampah plastik yang tidak bersahabat dengan lingkungan sehingga mereka menghargai konsumen yang mengembalikan bekas kemasan produknya, atau melalui pemulung sehingga kemasan plastiknya tidak dibuang mencemari lingkungan.
Sebut saja, The Body Shop, produsen kosmetika Martha Tilaar, PT.Aqua Golden Missisippi, dan PT Unilever Indonesia Tbk.Selain itu, banyak intelektual yang peduli dengan masalah lingkungan pun mempunyai ide brilian untuk mendaur ulang sebagian sampah plastik menjadi produk berdayapakai dan bernilai ekonomis.Sebut saja alumni Fakultas Teknik Industri Institut Teknik Indonesia Aswin Aditya. Di tangannya sampah plastik mampu diubah menjadi aneka produk berharga antara lain tas, ransel, tempat kosmetika, payung atau tas laptop. Awalnya, pria berusia 37 tahun itu ingin menciptakan sesuatu yang tidak biasa. "Saya ingin menjadi trend setter," kenang Aswin sambil tersenyum.Bantu pemerintah sejak akhir 2006, terwujudlah keinginannya untuk mendaur ulang sampah plastik menjadi produk yang berguna. Pilihannya jatuh ke sampah plastik yang tidak bernilai. Inspirasinya itu muncul dari pengalamannya yang pernah bekerja sebagai artisan untuk bahan plastik. S
Sementara sampah plastik banyak dilihatnya di mana-mana.Pemilik usaha Plastic Works yang sempat bekerja di perusahaan otomotif itu mulai menggarap usaha plastik daur ulang itu. "Tujuan saya tidak hanya bisnis, juga membantu program pemerintah seperti Jakarta Green and Clean," tambah Aswin yang baru selesai keliling bersama CNN yang meliput kegiatannya di Jakarta.Dari sampah menjadi produk bernilai ekonomis itu, pria itu memutuskan meninggalkan pekerjaan mapan di salah satu perusahaan swasta demi mengembangkan jaringan bisnis itu. Aswin pun tidak pelit dengan ilmunya, dia berusaha mengembangkan ilmunya ke beberapa komunitas di Jakarta. Dia membina 10 titik komunitas di lima wilayah di DKI, sehingga mereka bisa menghasilkan produk dengan kualitas bagus. Dia mengharapkan dari pembinaan tersebut, komunitas itu juga dapat memasarkan hasilnya.
Di bengkel Aswin di Jakarta, sampah-sampah plastik dikumpulkan dari para pemulung. Tentu plastik yang dibelinya itu tidak terbakar, tidak berlubang dan tidak kusut. Lalu sampah plastik itu dicuci, dijemur, dan dipisah-pisahkan. Plastik dari bekas aneka barang kemasan itu lalu dibentuk menjadi aneka produk berharga.Bengkel Aswin mampu menyulap sampah plastik seharga Rp4.000-Rp5.000 per kg menjadi bermacam produk dengan harga Rp25.000-Rp400.000 per satuan. Setiap minggu dia membeli kurang lebih 100 kg-400 kg per minggu sampah plastik dari pemulung.Produksinya mencapai 750-1.000 unit per bulan. "Saya memasarkannya dari mulut ke mulut," kata pria berdarah campuran Sumatra Barat dari ibu dan Jawa Barat dari ayah itu. Order pun datang.
Hasil karya bengkel yang dikerjakan oleh sembilan karyawan itu tidak hanya diminati oleh konsumen di Jakarta, tetapi juga masyarakat AS, Belanda, Australia, Singapura, dan Jerman. Permintaan yang tetap datang dari AS, karena di negara tersebut orang sudah lebih dulu mengenal produk daur ulang.Paling tidak nilai ekspor dari penjualan produk daur ulang itu mencapai US$5.000-US$7.500 per bulan. "Yang penting menjaga kualitas, desain dan bersih," ungkap Aswin yang mempunyai kurang lebih 30 item produk itu.Agar tidak membosankan, dia terus mengembangkan desain. Tentu dengan jaminan jahitan yang rapih dan kuat. Produk yang dijualnya itu tampil berbeda, karena sampah plastik mepunyai banyak warna dan tulisan, sehingga dia berkreasi untuk mewujudkan penampilan yang indah. (Reni.Efita@bisnis.co.id). Sumber foto: google.co.idReni Efita HendryBisnis Indonesia

Sumber: Bisnis Indonesia

Sabtu, 18 April 2009

SAMPAH PLASTIK, PRESTASI BAEDOWY

sosok.wordpress.com
Enam tahun silam Mohammad Baedowy masih berkutat dengan kesibukannya sebagai auditor di sebuah bank asing yang berkantor di World Trade Center, Jakarta. Masa itu tidak sedikit karyawan bank didera kecemasan lantaran bank mereka terpuruk, dilikuidasi, atau merger dengan bank lain sebagai dampak krisis moneter yang menghantam Indonesia.
“Saat itu saya melihat banyak teman yang ketar-ketir menunggu nasib. Saya berpikir, daripada ikut susah, lebih baik berhenti duluan. Saya lantas mengundurkan diri dari perusahaan,” tutur Baedowy ketika ditemui pada suatu siang pertengahan November lalu.
Berhenti bekerja di bank, Baedowy lalu mendalami pekerjaan sampingan sebagai manajer keuangan pada sebuah perusahaan batik yang memiliki pabrik di Pekalongan, Jawa Tengah. Selain mengurus dan menata keuangan pabrik, ia juga bertugas mengatur kegiatan pameran produksi batiknya.
Roda kehidupan putra pertama pasangan Supomo dan Zubaidah ini lantas berbalik 180 derajat setelah ia bertemu dengan seorang pejabat bank yang menawarinya berkongsi bisnis sampah.
“Kerja sama kami hanya berjalan setengah tahun. Ternyata, kami sama-sama belum ahli berbisnis sampah. Tetapi, lantaran saya merasa sudah telanjur, kepalang basah, saya memutuskan untuk mencoba sendiri,” ujar lelaki kelahiran Balikpapan, 33 tahun silam, ini.
Plastik dan mesin
Sampah plastik menjadi pilihan ladang bisnis Baedowy. Alasannya sederhana. Di benak Baedowy, berbisnis sampah plastik tidak membutuhkan modal terlalu besar, persaingan tidak terlalu ketat, dan bisnis sampah tidak dihantui risiko besar. “Kalau tidak laku, bisa disimpan lagi,” kata ayah tiga anak ini.
Dengan modal awal Rp 50 juta, Baedowy mendirikan pabrik penggilingan plastik yang dinamainya Fatahillah Interplastik. Namun, berbisnis sampah pun ternyata memiliki tantangan sendiri. Persaingan antarsesama pengusaha limbah plastik ternyata sangat ketat dan keras. Karena sebelumnya tak punya pengetahuan tentang sampah plastik dan minim peta perdagangan, tidak jarang Baedowy harus pulang dengan modal nyaris habis.
Kendala lain, satu-satunya mesin pemotong (crusher) plastik di pabrik Baedowy kerap ngadat sehingga produksinya terganggu. Situasi ini dialami Baedowy selama lebih dari dua tahun. “Sambil jalan, saya belajar betulin mesin itu. Saya bongkar, kemudian pasang lagi. Pokoknya sampai hafal betul isi perut mesin itu,” ujar Baedowy.
Penggemar lagu-lagu Beatles dan Lobo ini juga memperdalam pengetahuannya tentang jenisjenis plastik dan sumber-sumber limbah plastik. Kini, Baedowy mengaku semakin paham ragam jenis plastik dan hasil dari daur ulang dari setiap sampah plastik tersebut.
Gelas plastik air mineral, misalnya, memiliki kode PP, singkatan dari polypropylene, sementara botol air mineral atau botol jus memiliki kode PET (polyethylene tereththalate). Berbeda jenis limbah plastik, berbeda pula harganya di pasaran.
Sambil menjalankan usahanya itu, Baedowy rajin mengunjungi pameran industri, terutama yang berkaitan dengan mesin pengolah plastik. Brosur-brosur tentang mesin pengolah plastik dikumpulkannya. Sampai di kantor atau di rumah, Baedowy lantas menggambar ulang dan mempelajari cara kerja mesin tersebut.
Kini, laki-laki tamatan Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Malang ini tidak hanya mampu berbisnis daur ulang limbah plastik. Melalui perusahaannya, CV Majestic Buana Group, di Cimuning, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, Baedowy juga membuat mesin-mesin pengolah limbah plastik, antara lain mesin penghasil pelet plastik, mesin crusher penghasil pencacah plastik, dan mesin pengolah lainnya.
Mesin-mesin itu ia jual kepada mitra, istilah Baedowy kepada relasi bisnisnya yang sama-sama mengolah limbah plastik. Ia juga diminta membangun mesin atas pesanan instansi pemerintah. Dua di antaranya dari Departemen Kelautan dan Perikanan serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Prestasi
Baedowy mengakui bahwa mesin-mesin tersebut bukan seutuhnya orisinal hasil pemikirannya sendiri.
“Mesin-mesin itu sudah ada, tetapi saya ubah lagi sesuai dengan kebutuhan pengguna dan kondisi yang ada di lapangan,” tutur suami Ririn Sari Yuniar ini.
Hampir enam tahun menggeluti bisnis daur ulang sampah plastik, Baedowy tidak hanya memperoleh keuntungan materi hingga puluhan juta rupiah per minggu, tetapi juga lebih dari 40 mitra yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Dari mitra- mitra tersebut, Baedowy dipasok hasil olahan sampah plastik, yang kemudian diekspor ke China. Puluhan warga Cimuning pun dikaryakan di pabrik Baedowy.
Selain memproduksi cacahan plastik, pabrik Baedowy juga memproduksi lakop (ujung) sapu ijuk dari bahan daur ulang sampah plastik, yang kemudian dijual ke pabrik dan perajin sapu ijuk dengan harga Rp 500 per buah. “Saya kewalahan memenuhi pesanan. Jarang ada stok di gudang saya,” ujar Baedowy.
“Masalah sampah adalah masalah besar yang dihadapi bangsa kita. Tetapi, kalau sampah diolah secara tepat, dengan teknologi yang tepat, dan ada peluang memasarkan hasil daur ulangnya, sampah ini bisnis bernilai dollar,” papar Baedowy.“Saya punya obsesi untuk menyebarluaskan pengetahuan saya ini kepada orang lain,” katanya menambahkan.

FULUS DARI MINYAK JELANTAH

majalahpengusaha.com
Jangan buang sisa minyak goreng yang Anda pakai. Lewat pemrosesan yang sederhana, ternyata produk tersebut bisa diolah menjadi biodiesel yang bagus untuk bahan bakar alternatif. Permintaan dalam negeri cukup besar dan harganya pun cukup oke. Gita Indah W
Perlahan-lahan bus kota Transpakuan, bus penumpang milik Pemkab Bogor itu meninggalkan halte dekat terminal Baranangsiang. Dari knalpotnya, keluar asap yang warnanya agak keputih-putihan tidak hitam pekat seperti lazimnya mesin diesel yang kita kenal. Bau gas buangnya juga tidak seperti bau solar, namun seperti bau minyak goreng. Dan yang lebih bagus lagi, asap yang ditimbulkan dari knalpot itu tidak membuat mata pedih. Bus tersebut telah menggunakan bahan bakar biodisel jelantah, sebuah enerji alternatif yang dikembangkan dengan bahan baku limbah minyak goreng (jelantah).
Adalah Hasim Hanafie, vice CEO Hotel Salak The Heritage, Bogor, yang memulai pembuatan bahan bakar ini di Bogor. Eksperimen untuk membuat bahan bakar alternative ini dimulai sejak tiga tahun lalu. Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan mengembangkan rekayasa engineering adalah alasan utamanya. Sebelum membuat biodiesel, Hanafie dan kawan-kawannya telah membuat system irigasi lewat kincir angina di Indramayu, Jabar. Air dari dalam tanah dipompa lewat kincir angina untuk dialirkan ke sawah-sawah. Sukses dengan program tersebut, dia bersama-sama teman seprofesinya, yang kebetulan para insinyur, kemudian membuat bahan bakar dengan memanfaatkan sisa minyak goreng. “Sebetulnya kami tertarik dengan bahan nabati lain, namun biayanya sangat mahal dan butuh waktu. Sementara kebutuhan bahan bakar substitusi sangat mendesak. Ya akhirnya, kami menemukan limbah minyak goreng ini,” ujarnya.
Dengan keahlian rekayasa engineering, Hanafie dan kawan-kawan memulai pembuatan biodiesel jelantah tersebut. Semuanya, termasuk alat untuk proses produksi dibuat lewat kreativitas dengan memakai bahan baku dalam negeri. Selain itu, dia juga melibatkan institusi pendidikan lain, yakni Institut Pertanian Bogor (IPB). Percobaan demi percobaan dilakukan. Proses produksi biodisel sangat sederhana. Minyak jelantah diambil lalu dicampur dengan methanol (alkohol) dan diolah dalam mesin khusus. Dalam proses ini kadar air berhasil dikurangi dan minyak jelantah yang sudah ‘dimurnikan’ tersebut bisa dipakai sebagai bahan bakar.
Hanafie membuat prototype mesin yang dipakai untuk proses pembuatan biodisel jelantah tersebut berkapasitas 20 liter. Setelah itu, ujicoba dilakukan lewat kendaraan operasional milik Hotel Salak. Dan, hasilnya sangat memuaskan. Mobil yang digunakan, ternyata tidak ada masalah. Polusi yang ditimbulkan relatif kecil ketimbang menggunakan solar. Selain itu, manfaat yang dipetik cukup besar. Tidak hanya dari segi biaya, tapi juga emisi gas buang yang ditimbulkan sangat rendah.
Hari Harsono, Direktur Transpakuan, dalam sebuah wawancara televise mengemukakan bahwa sejak menggunakan bahan bakar biodiesel, perusahaan tidak pernah mengalamai kendala operasional. Biodisel tersebut diujicobakan pada bus Transpakuan, yakni dengan komposisi 30% minyak jelantah dan 70% solar, ternyata tidak berpengaruh sama sekali. “Kondisi mesin sama sekali tidak terganggu,” ujarnya.
Hasil penelitian yang dilakukan IPB juga menyebutkan bahwa minyak jelantah telah memenuhi standar biodiesel. Selain mengurangi polusi udara, biodiesel jelantah tersebut mengurangi asap. “Pengaruh minyak jelantah biodiesel terhadap kendaraan sama seperti biodiesel yang dibuat dari bahan lain,” kata Erliza Hambali, salah satu peneliti IPB.
Pemerintah Jepang, tampaknya tertarik dengan produk biodiesel jalantah dari Bogor ini. Dalam sebuah seminar yang berlangsung pada 21 September lalu di Hotel Salak, lewat pemkot Kyoto, mereka mengajak kerjasama dalam program Clean Development Management (CDM). Kelak, jika program tersebut terealisir, pemkot Kyoto akan menggunakan biodisel jelantah untuk kendaraan di kota tersebut. Selama ini, tambah Hanafie, pemkot Kyoto telah melakukan ujicoba bahan bakar biodisel jelantah tersebut. Namun, hasilnya masih belum memuaskan. Masih terdapat kendala, yakni tersumbatnya filter bahan bakar. Sedangkan hasil ujicoba dua kendaraan, yakni Isuzu Panther dan Daihatsu Taft Hiline, tidak ada masalah. Hanafie tidak menambahkan peralatan lain sebagai konversi penggunaan bahan bakar. Semuanya sesuai dengan standar pabrik. Padahal, ujicoba tersebut sudah tiga tahun. “Akhirnya mereka tertarik kesini,” ujarnya.
Menariknya, minyak jelantah ternyata tidak hanya menghasilkan biodiesel saja, namun dari residu hasil pengolahannya bisa dibuat produk lain, seperti sabun, misalnya. Hanafie mengaku, sementara pihaknya masih berkonsentrasi pada biodiesel jelantah. Bahan bakar tersebut masih dikonsumsi dilingkungan terbatas, yakni Pemkot Bogor, Hotel Salak dan beberapa pihak yang membutuhkan termasuk The Heritage Foundation. “Sekarang kami baru bisa memasok sekitar 1000 liter dalam sebulan,” katanya.
Sayangnya, bahan alternatif yang menjanjikan ini masih terkendala dengan bahan baku. Untuk memperoleh minyak jelantah, pihaknya masih membeli dari para pengepul dengan harga Rp 2500 per liternya. Limbah minyak goreng dari hotel atau restoran-restoran cepat saji, masih terbatas. Akhirnya, produksi tidak maksimal.
Meski begitu, untuk usaha kecil, membuat biodisel dari minyak jelantah ini sangat prospektif. Permintaan dalam negeri cukup besar. Sementara total biaya produksi hanya sekitar Rp 6 ribu per liternya. Sementara harga jualnya, termasuk pihak Pertamina yang akan membeli hasil minyak jelantah itu Rp 7 ribu/liternya. “Investor harus membeli peralatan untuk pemrosesan minyak jelantah tersebut,” ujarnya.

Bahaya penggunaan limbah minyak jelantah yang umum di masyarakat

minyakjelantah.com
Keluarga Pak Joko adalah penggemar berat ikan asin. Ketika krismon datang mendera, perekonomian keluarga pegawai negeri golongan I ini ikut morat-marit. Jangankan daging, ikan asin pun hampir tak terbeli lagi. Untuk penawar keinginan, Bu Joko membeli sedikit ikan asin dan menggorengnya. Tetapi karena minyak goreng juga tak terbeli, dia pakai minyak yang sudah berkali-kali dipakainya. Jadilah mereka makan nasi dengan lauk ikan asin berjelantah. Bagi mereka, itu sudah luar biasa lezatnya.
Lain lagi dengan Pak Acep, sebagai pedagang gorengan, keuntungannya merosot tajam dengan meroketnya harga minyak goreng. Untuk tetap bertahan dan mendapat keuntungan, minyak goreng yang biasanya hanya dia pakai 2-3 kali dipakainya terus sampai warnanya hitam dan tidak layak pakai lagi.
Sulit Dihindari
Penggunaan jelantah, atau minyak goreng yang telah digunakan lebih dari sekali untuk menggoreng, adalah hal yang biasa di masyarakat. Sebagian orang berpendapat makanan yang dicampur jelantah lebih sedap. Sebagian lagi karena keterdesakan ekonomi, apalagi masa-masa krismon seperti ini.
Minyak goreng memang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Makanan yang digoreng biasanya lebih lezat dan gurih, tanpa membutuhkan tambahan bumbu bermacam-macam. Berbeda dengan masakan yang dimasak dengan cara lain seperti kukus, rebus, atau panggang. Dengan demikian, menggoreng adalah cara yang paling praktis untuk memasak. Tidak heran bila banyak ibu rumah tangga tergantung pada minyak goreng, sampai antri pun dijalani hanya untuk mendapatkan 1 kg minyak dengan harga agak murah.
Selain merupakan penyedap masakan, minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas dan penambah nilai kalori bahan pangan. Akhir-akhir ini dimunculkan jenis-jenis minyak goreng nabati yang dipromosikan mengandung asam-asam lemak tak jenuh. Dari fungsi nutrisinya, asam-asam lemak tak jenuh dapat menurunkan kolesterol, penyumbatan pembuluh darah dan pembuluh jantung, dengan alasan inilah Asosiasi Kedelai Amerika Serikat (ASA) pernah berusaha mencegah masuknya minyak goreng dari negara-negara tropis yang berbahan kelapa dan sawit. Asosiasi ini menganggap minyak tropis mengandung asam lemak jenuh lebih dari 25%.
Yang perlu menjadi catatan, umumnya minyak goreng digunakan untuk menggoreng dengan suhu minyak mencapai 200-3000C. Pada suhu ini, ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh rusak, sehingga tinggal asam lemak jenuh saja. Resiko terhadap meningkatnya kolesterol darah tentu menjadi semakin tinggi. Selain itu vitamin yang larut di dalamnya seperti vitamin A,D,E, dan K ikut rusak. Yang jelas, fungsi nutrisi dari minyak goreng menjadi jauh menurun, bahkan berpengaruh negatif terhadap tubuh.
Minyak goreng yang telah digunakan, akan mengalami beberapa reaksi yang menurunkan mutunya. Dalam Winarno (1986) disebutkan bahwa mutu minyak goreng tergantung dari titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein. Akrolein adalah sejenis aldehid yang tidak didinginkan karena dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng akan mengalami peruraian molekul-molekul, sehingga titik asapnya turun. Bila minyak digunakan berulangkali, maka semakin cepat terbentuk akrolein sehingga membuat batuk orang yang memakan hasil gorengannya.
Jelantah juga mudah mengalami reaksi oksidasi sehingga jika disimpan cepat berbau tengik. Selain itu jelantah juga disukai jamur aflatoksi sebagai tempat berkembangbiak. Jamur ini menghasilkan racuk aflatoksin yang dapat menyebebkan berbagai penyakit, terutama hati/liver.
Salah satu yang paling berbahaya, minyak goreng yang dipanaskan hingga 3000C kemudian teroksidasi, dapat memacu pertumbuhan sel kanker pada hati. Pertumbuhan sel yang tidak terkendali pada hati membuat hati tidak dapat menjalankan fungsi hati dengan baik. Padahal kita tahu, fungsi hati sangat banyak. Antara lain mengatur keseimbangan cairan elektrolit dalam tubuh, mengatur volume darah agar tetap stabil, juga sebagai penyaring semua makanan yang telah diserap dalam alat pencernaan.
Selain itu hati juga berfungsi sebagai pusat metabolisme. Juga alat sekresi untuk mengeluarkan glukosa, protein dan faktor pembekuan darah. Yang sangat penting, hati berfungsi sebagai pusat detoksifikasi, yaitu menetralkan setiap racun yang masuk tubuh.
Melihat begitu banyak ragamnya fungsi hati, bisa dimengerti bagaimana payahnya tubuh bila hati terserang kanker dan tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Repotnya, fungsi organ hati tidak bisa diambil alih oleh organ lain. Berbeda dengan ginjal, kalau ginjal kiri kepayahan masih bisa dioper fungsinya oleh ginjal sebelah kanan. (Muchlis 1992)Dengan demikian kita memang harus bijak menentukan sikap. Minyak goreng mahal, benar. Tetapi kesehatan jauh lebih mahal, bahkan merupakan nikmat yang berharga. Karena itu penggunaan minyak jelantah harus kita batasi. Setelah dipakai menggoreng 2 kali atau warnanya mulai menghitam, sebaiknya jangan digunakan lagi, baik untuk menggoreng atau untuk campuran sambal. Ketika menggoreng, usahakan suhu tidak terlampau panas, apalagi sampai gosong dan berasap. Pada umumnya suhu penggoreng adalah 177-2210C (Winarno, 1986)
Konsumen selama ini hanya mengenal bahaya formalin yang sempat dicampur ke dalam bahan makanan sebagai pengawet. Namun jarang diketahui minyak jelantah, yang tak kalah bahayanya dengan formalin karena sama-sama menyebabkan kanker pada manusia. Minyak goreng bekas yang sudah dipakai 3-4 kali ini (jelantah) belakangan ini cenderung dipakai menggoreng makanan seperti kerupuk atau ayam sari laut karena harganya lebih murah ketimbang minyak goreng biasa.
Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia cabang Bali, Drs. Made Sukada, mengatakan hal itu Jumat (12/5) lalu di Denpasar. ''Masyarakat selama ini tak menyadari bahaya minyak jelantah. Biasanya gejala setelah makan, kerongkongan gatal atau serak-serak. Lama-kelamaan kalau dibiarkan akan menjadi kanker,'' kata Sukada yang beberapa waktu lalu terpilih sebagai Ketua PKP Indonesia cabang Bali.
Sesuai hasil penelitian, minyak jelantah mengandung gugusan benzena yang bisa menyebabkan munculnya kanker. Senyawa ini mengandung dioksin yang masuk melalui sel-sel tubuh. ''Pedagang sari laut atau kerupuk goreng kalau ketahuan memakai menyak jelantah, pasti izinnya dicabut,'' katanya. Persoalannya, pengawasan oleh lembaga terkait atas penggunaan minyak jelantah di lapangan sangat lemah sehingga konsumen tak mendapatkan perlindungan semestinya. ''Jangankan pengawasan, sosialisasi mengenai pemanfaatan minyak jelantah masih sangat kurang,'' tegasnya.
Sebenarnya minyak goreng bekas ini sudah tak layak dipakai untuk menggoreng jika sudah 3-4 kali digunakan. Namun lantaran harganya murah, para pedagang menggunakan lagi untuk menggoreng makan camilan seperti kerupuk. Minyak jelantah cukup mudah dikenali karena warnanya lebih hitam dibandingkan minyak goreng yang baru dipakai 1-2 kali.
Meski belum ada angka pasti, dia menduga di Bali sangat banyak dihasilkan minyak jelantah terutama dari hotel-hotel atau makanan siap saji. Sebagai gambaran, restoran siap saji seperti KFC atau MC di Bali berdrum-drum menghasilkan minyak jelantah. Namun, tak banyak yang mengamati ke mana penyalurannya. Kemungkinan besar minyak jelantah ini dijual kepada pedagang lain yang memerlukan. Alasannya saderhana ketimbang dibuang dan membahayakan lingkungan, lebih baik dijual kendati harganya murah.
Sebaiknya lembaga konsumen atau dinas terkait perlu mewaspadai pendistribusiannya karena bisa membahayakan konsumen. Minyak jelantah, menurutnya, harus didaur ulang menjadi biodisel. Sebab kalau dibuang begitu saja ke lingkungan juga membahayakan. Saat ini daur ulang minyak tersebut mulai dilakukan koperasi langit biru di Jalan Tulip. ''Kami juga bekerja sama dengan Unud mengembangkan jarak untuk menghasilkan biodiesel sebagai bahan bakar pengganti BBM,'' kata mantan Damdim Timor Tengah Utara ini. (029).
(Sumber: http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2006/5/14/b1.html)

Hasil penelitian pelajar di Surabaya tentang bahaya limbah minyak jelantah juga tak kalah menarik. Sinta, Wizar dan Alfan mengangkat tema pencemaran ini mengingat tingkat pencemaran Sungai Brantas yang mengalir di belakang rumah sangat mengkhawatirkan. “Topik penelitian ini kami temukan secara tidak sengaja karena banyak ikan kecil yang mati saat berada di genangan limbah rumah tangga di belakang rumah”. Ditambahkan, salah satu produk limbah rumah tangga itu adalah minyak goreng bekas (jelantah). Dalam kadar 40 persen minyak jelantah ini mampu mematikan hampir 50 persen ikan di sungai. “Minyak jelantah ini membuat ketersediaan oksigen dalam air menjadi berkurang. Kalau dibiarkan terus bisa-bisa tidak akan ada lagi ikan yang hidup di sungai” (Sumber: http://surya.co.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=22375)

UJANG SULAP SAMPAH JADI BRIKET

tribun.com
KOPRAL Kepala (Kopka) Ujang Solichin boleh dibilang prajurit rancage (kreatif). Di sela-sela kesibukannya sebagai prajurit TNI ia mampu memanfaatkan waktunya dengan gagasan yang penuh inovatif.Salah satu diantaranya dengan membuat arang briket berbahan baku sampah. Sampah apa saja, terutama sampah organik kering seperti daun-daun, rumput, serpihan kayu, bongol kayu, serbuk gergaji, kertas dan segala macam sampah yang bisa dibakar jadi arang dan abu. Di tangan bapak empat anak ini, arang dan abu hasil pembakaran sampah tadi dicetak jadi briket arang setelah dipress dengan mesin khusus rancangan sendiri.
Briket arang kemudian dijadikan bahan bakar kompor dengan nyala apinya tak kalah dengan nyala api kompor gas. Satu kilo arang briket buatan Ujang Solichin yang dijual seharga Rp 1.600 itu, setara dengan kekuatan 1 liter minyak tanah yang HETnya Rp 2.235/liter.
Usaha briket arang ini sudah dirintis Ujang sejak bulan Juli 2005 lalu, hanya beberapa hari setelah masyarakat Indonesia diguncang kebijakan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) pada bulan April 2005. Saat itu harga minyak tanah melambung dari Rp 900/liter sampai jadi Rp 2.235/liter di tingkat masyarakat umum.
Dengan ide awal untuk mencari energi alternatif, Ujang kini sudah menjadi ‘jendral’ di bidang usaha pembuatan briket arang. Dan penduduk Lingkungan Pasir Angin RT 06 RW 06 Kelurahan Kertasari ini punya markas khusus di jalan raya Ciamis-Banjar Nomor Km 7 (CMS) No 341 Desa/Kecamatan Cijeungjing. Markas yang dikontraknya Rp 10 juta per tahun tersebut sekaligus merupakan kantor APABRIC (Asosiasi Pengusaha Arang Briket Ciamis) yang ketuanya Ujang Solichin sendiri.
Sebagai prajurit TNI yang suka keluyuran dari kampung ke kampung, Ujang mengaku merasakan sekali kesulitan warga akibat kenaikan BBM. Sebagai orang yang pernah mengenyam pendidikan di sekolah teknis, Ujang yang tamat dari STM Dr Sutomo Cilacap tahun 1987 ini merasa mendapat ide saat menyaksikan buruh-buruh penggergajian kayu memanfaatkan serbuk gergaji untuk bahan tungku saat memasak air maupun nasi liwet.
Serbuk gergaji tersebut dipadatkan dibakar dalam tungku khusus, apinya biru menyala. Saya pikir kenapa serbuk gergaji tersebut tidak dibikin briket arang saja. Saya mulai mengutak-atik di lantai II rumah saya di Pasir Angin. Akhirnya terciptalah briket arang seperti sekarang, bahan bakunya tidak hanya serbuk gergaji, tetapi dari bermacam-macam sampah,’ tutur Ujang Solichin kepada Tribun Senin (18/9).
Briket arang berbahan baku sampah buatan Ujang ini tidak menimbulkan perih asap dan tidak menyisakan limbah beracun B2 seperti halnya briket batu bara. Briket arang buatan Ujang ini bisa digunakan untuk memasak dengan memakai kompor khusus, dan juga bisa digunakan untuk bahan arang pembakar sate ‘Niat saya sekarang memproduksi briket arang ini bukan untuk menyaingi minyak tanah. Terlebih adalah untuk memanfaatkan sampah yang sekarang menumpuk di TPA Handapherang dan TPA Ciminyak. Ada 40 KK pemulung yang sudah siap dibina untuk menjadi produsen arang dari timbunan sampah di kedua TPA tersebut. Bagaimana pun juga sampah kota, kini menjadi persoalan serius, ingat saja kejadian TPA Leuwigajah atau musibah longsor TPA Bantargebang baru lalu,’ imbuhnya.
Menurut Ujang, tumpukan sampah kota yang dibuang ke TPA tersebut sebenarnya bisa digunakan dan bermanfaat. Salah satu diantaranya dibakar jadi arang dan arangnya kemudian jadi briket.
Dengan bahan baku serbuk gergaji, arang batok, limbah tapas kelapa kini Ujang memproduksi arang briket 1-2 kuintal per hari dengan mempekerjakan sembilan pemuda pengangguran dan putus sekolah.Tiap orang diberi upah secara borongan Rp 300/kg briket. Seorang pekerja mampu mendapatkan upah Rp 15.000/hari, tergantung produktivitasnya,’ ujar Ujang yang melakoni usaha briket arangnya ini setelah meminjam uang dari BRI sebesar Rp 31 juta untuk membeli dan membuat berbagai mesin.
Bila usahanya berkembang, menurut Ujang, pihaknya akan bekerja sama dengan sejumlah SLB yang ada di Ciamis, merekrut pemuda cacat untuk jadi pekerja pembuatan arang briket. ‘Yang penting yang bersangkutan bisa melihat akan kami terima. Pemuda cacat kan susah masuk kerja dimana pun,’ ujarnya.
Ujang sendiri sekarang mengaku pusing karena pesanan briket arang terus mengalir. Misalnya dari Pabrik Peleburan Tima Aki di Leuwigajah sebanyak 10 ton perminggu. Dan dari Perkebunan Teh di Bandung selatan sebanyak 50 ton per bulan.Sementara kami hanya mampu memproduksi briket arang 7 kuintal sampai 1 ton seminggu. Untuk saja mereka mau menampung berapa pun adanya,’ ujar Ujang yang berniat segera menyerahkan usaha arang briketnya kepada yang lebih professional.
Saya tentu tetap mengutamakan tugas saya sebagai prajurit. Usaha briket arang akan serahkan kepada yang lebih professional. Saya sekarang, hanya punya keinginan untuk mempaten hak cipta briket arang ini. Cuma biayanya cukup besar, katanya sampai Rp 10 juta,’ tutur Ujang yang setelah tamat STM Dr Sutomo Cilacap tahun 1987 lalu langsung membuat PLTA mini di Curug Panganten Desa Kepel, Cisaga sehingga mampu menerangi dua desa. Tapi PLTA minihidro yang dikelola Ujang ini tersingkir setelah listrik PLN masuk desa tersebut pada tahun 1992. Ujang sendiri memilih masuk jadi prajurit TNI yang kini berdinas di Ciamis.
Dari tumpukan sampah masih banyak yang mungkin bisa digunakan. Seperti untuk membuat pavingblock, eternity, keramik, batako dan segala macamnya. Tinggal sekarang bagaimana memilah-milah sampah yang mungkin digunakan,’ ujar Ujang tentang idenya yang masih belum terlaksana dalam pemanfaatan tumpukan sampah di TPA Handapherang.

KERANJANG AJAIB TAKAKURA

togarsilaban.com
Dewasa ini pengelolaan sampah mandiri di Surabaya banyak menggunakan keranjang “sakti” Takakura. Keranjang sakti Takakura adalah suatu alat pengomposan sampah organik untuk skala rumah tangga. Yang menarik dari keranjang Takakura adalah bentuknya yang praktis, bersih dan tidak berbau, sehingga sangat aman digunakan di rumah. Keranjang ini disebut masyarakat sebagai keranjang sakti karena kemampuannya mengolah sampah organik sangat baik.
Keranjang Takakura dirancang untuk mengolah sampah organik di rumah tangga. Sampah organik setelah dipisahkan dari sampah lainnya, diolah dengan memasukkan sampah organik tersebut ke dalam keranjang sakti Takakura. Bakteri yang terdapat dalam starter kit pada keranjang Takakura akan menguraikan sampah menjadi kompos, tanpa menimbulkan bau dan tidak mengeluarkan cairan. Inilah keunggulan pengomposan dengan keranjang Takakura. Karena itulah keranjang Takakura disukai oleh ibu-ibu rumah tangga.
Keranjang kompos Takakura adalah hasil penelitian dari seorang ahli Mr. Koji TAKAKURA dari Jepang. Mr. Takakura melakukan penelitian di Surabaya untuk mencari sistim pengolahan sampah organik. Selama kurang lebih setahun Mr. Takakura bekererja mengolah sampah dengan membiakkan bakteri tertentu yang “memakan” sampah organik tanpa menimbulkan bau dan tidak menimbulkan cairan. Dalam pelaksanaan penelitiannya, Mr. Takakura mengambil sampah rumah tangga, kemudian sampah dipilah dan dibuat beberapa percobaan untuk menemukan bakteri yang sesuai untuk pengomposan tak berbau dan kering. Jenis bakteri yang deikembang biakkan oleh Takakura inilah yang kemudian dijadikan starter kit bagi keranjang Takakura. Hasil percobaan itu, Mr. Takakura menemukan keranjang yang disebut “Takakura Home Method” yang dilingkungan masyarakat lebih dikenal dengan nama keranjang sakti Takakura.
Selain Sistim Takakura Home Method, Mr. Takakura juga menemukan bentuk-bentuk lain ada yang berbentuk “Takakura Susun Method”, atau modifikasi yang berbentuk tas atau kontainer. Penelitian lain yang dilakukan Takakura adalah pengolahan sampah pasar menjadi kompos. Akan tetapi Takakura Home Method adalah sistim pengomposan yang paling dikenal dan disukai masyarakat karena kepraktisannya.
Mr. Takakura, melakukan penelitian di Surabaya sebagai bagian dari kerjasama antara Kota Surabaya dan Kota Kitakyushu di Jepang. Kerjasama antar kedua kota difokuskan pada pengelolaan lingkungan hidup. Kota Kitakyushu terkenal sebagai kota yang sangat berhasil dalam pengelolaan lingkungan hidup. Keberhasilan kota Kitakyushu sudah diakui secara internasional. Karena keberhasilan kota Kitakyushu itulah kota Surabaya melakukan kerjasama pengelolaan lingkungan hidup. Bentuk kerjasama berupa pemberian bantuan teknis kepada kota Surabaya.
Bantuan teknis yang diberikan Pemerintah Jepang adalah dengan menugaskan sejumlah tenaga ahli untuk melakukan penelitian tentang pengolahan sampah yang paling sesuai dengan kondisi Surabaya. Mr. Takakura adalah salah satu ahli yang ditugaskan itu. Sehari-harinya Mr. Takakura bekerja di perusahaan JPec, anak perusahaan dari J-Power Group. Suatu perusahaan yang sesungguhnya bergerak di bidang pengelolaan energi. Mr. Takakura adalah expert yang mengkhususkan diri dalam riset mencari energi alternatif.
Kerjasama Kitakyushu-Surabaya untuk mengelola sampah dimulai dari tahun 2001 sampai 2006. Takakura menjadi peneliti kompos selama kerjasama tersebut sekaligus sebagai ahli pemberdayaan masyarakat. Selama itu Takakura dan timnya secara berkala datang ke Surabaya untuk melakukan penelitian dan melaksanakan hasil penelitian itu. Kadang-kadang Takakura datang ke Surabaya sampai enam kali dalam setahun. Selama penelitian kompos biasanya bisa mencapai 3 minggu ia harus mengamati perkembangan bakteri kompos. Yang unik dari Mr. Takakura adalah bahwa selama ia berada di Surabaya ia senantiasa memakai baju batik. Padahal dalam keadaan sehari-harinya di Jepang, biasanya Mr. Takakura memakai setelan jas lengkap ke kantor sebagaimana orang Jepang lainnya.
Sumbangsih Mr. Takakura terhadap upaya pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Surabaya sangatlah besar. Keberhasilan itu malah diapresiasi oleh lembaga internasional IGES (Institut for Global Environment and Strategy). Pada bulan Februari 2007, IGES mensponsori studi banding 10 kota dari 10 negara untuk melihat pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Surabaya. Kota-kota itu ingin mencontoh sistem pengomposan yang dikembangkan oleh Surabaya dengan bantuan Takakura Composting System.Keberhasilan Mr. Takakura menemukan sistim kompos yang praktis tidak saja memberikan sumbangsih bagi teknologi penguraian sampah organik, tetapi juga menjadi inspirasi bagi pengelolaan sampah berbasis komunitas. Mr. Takakura jauh-jauh datang dari Jepang meneliti dan melakukan pengomposan di Surabaya. Kalau seseorang yang datang dari jauh, yang tadinya “saudara bukan, teman juga tidak” begitu peduli mengurangi sampah Surabaya. Apakah warga Surabaya sendiri tidak lebih peduli dengan sampahnya. Prinsip inilah yang terus dikembangkan di Surabaya. Dengan didukung oleh sejumlah tenaga sukarela (volunteer) termasuk MTV Surabaya, maka pengurangan sampah organik di sumbernya, kini sangat membanggakan Surabaya.

Hati-hati dengan bahaya plastik! Pelajari sebelum terlambat

akuinginhijau.org
Pada bagian bawah peralatan plastik yg kalian sering pakai,coba liat kodenya. Apakah termasuk yg aman sesuai dgn fungsinya??Cek it out.

Sudah banyak orang yang memberi peringatan, rumor, gosip bahkan artikel majalah tentang bahaya plastik. Tetapi tetap saja hanya segelintir orang yang menggubris, peduli atau sampai meneliti lebih lanjut.

Plastik adalah salah satu bahan yang dapat kita temui di hampir setiap barang. Mulai dari botol minum, TV, kulkas, pipa pralon, plastik laminating, gigi palsu, compact disk (CD), kutex (pembersih kuku), mobil, mesin, alat-alat militer hingga pestisida. Oleh karena itu kita bisa hampir dipastikan pernah menggunakan dan memiliki barang-barang yang mengandung Bisphenol-A. Salah satu barang yang memakai plastik dan mengandung Bisphenol A adalah industri makanan dan minuman sebagai tempat penyimpan makanan, plastik penutup makanan, botol air mineral, dan botol bayi walaupun sekarang sudah ada botol bayi dan penyimpan makanan yang tidak mengandung Bisphenol A sehingga aman untuk dipakai makan. Satu tes membuktikan 95% orang pernah memakai barang mengandung Bisphenol-A.
Plastik dipakai karena ringan, tidak mudah pecah, dan murah. Akan tetapi plastik juga beresiko terhadap lingkungan dan kesehatan keluarga kita. Oleh karena itu kita harus mengerti plastik-plastik yang aman untuk kita pakai.Apakah arti dari simbol-simbol yang kita temui pada berbagai produk plastik?
PETE atau PET (polyethylene terephthalate) biasa dipakai untuk botol plastik yang jernih/transparan/ tembus pandang seperti botol air mineral, botol jus, dan hampir semua botol minuman lainnya. Boto-botol dengan bahan #1 dan #2 direkomendasikan hanya untuk sekali pakai. Jangan pakai untuk air hangat apalagi panas. Buang botol yang sudah lama atau terlihat baret-baret.

HDPE (high density polyethylene) biasa dipakai untuk botol susu
berwarna putih susu. Sama seperti #1 PET, #2 juga direkomendasikan hanya untuk sekali pemakaian.
V atau PVC (polyvinyl chloride) adalah plastik yang paling sulit di daur ulang. Plastik ini bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap), dan botol-botol. Kandungan dari PVC yaitu DEHA yang terdapat pada plastik pembungkus dapat bocor dan masuk ke makanan berminyak bila dipanaskan. PVC berpotensi berbahaya untuk ginjal, hati dan berat badan.

LDPE (low density polyethylene) biasa dipakai untuk tempat makanan dan botol-botol yang lembek. Barang-barang dengan kode #4 dapat di daur ulang dan baik untuk barang-barang yang memerlukan fleksibilitas tetapi kuat. Barang dengan #4 bisa dibilang tidak dapat di hancurkan tetapi tetap baik untuk tempat makanan.

PP (polypropylene) adalah pilihan terbaik untuk bahan plastik terutama untuk yang berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan, botol minum dan terpenting botol minum untuk bayi. Karakteristik adalah biasa botol transparan yang tidak jernih atau berawan. Cari simbol ini bila membeli barang berbahan plastik.
PS (polystyrene) biasa dipakai sebagai bahan tempat makan styrofoam, tempat minum sekali pakai, dll. Bahan Polystyrene bisa membocorkan bahan styrine ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan. Bahan Styrine berbahaya untuk otak dan sistem syaraf. Selain tempat makanan, styrine juga bisa didapatkan dari asap rokok, asap kendaraan dan bahan konstruksi gedung. Bahan ini harus dihindari dan banyak negara bagian di Amerika sudah melarang pemakaian tempat makanan berbahan styrofoam termasuk negara China.

Other (biasanya polycarbonate) bisa didapatkan di tempat makanan dan minuman seperti botol minum olahraga. Polycarbonate bisa mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol-A ke dalam makanan dan minuman yang berpotensi merusak sistem hormon. Hindari bahan plastik Polycarbonate.
Masih banyak sekali barang plastik yang tidak mencantumkan simbol-simbol ini, terutama barang plastik buatan lokal di Indonesia . Oleh karena itu, kalau anda ragu lebih baik tidak membeli. Kalaupun barang bersimbol lebih mahal, harga tersebut lebih berharga dibandingkan kesehatan keluarga kita.
Pada akhirnya. Hindari penggunaan plastik apapun di Microwave. Gunakan bahan keramik, gelas atau pyrex sebagai gantinya.
Hindari juga membuang sampah plastik terutama yang mengandung Bisphenol-A sembarangan karena bahan tersebut pun bisa mencemari air tanah yang pada akhirnya pun bisa mencemari air minum banyak orang.

ADA APA DENGAN KANTUNG PLASTIK?

A. Wahyu CP, ST, M.Sc.
Dalam satu tahun, 1 triliun kantong plastik digunakan oleh dunia. Setiap orang menggunakan sekitar 170 kantung plastik tiap tahun. Ini berarti setiap satu menitnya 2 juta kantung plastik yang dibuang. Kantung plastik terbuat dari polyethylene (PE), suatu bahan thermoplastic yang lebih dari 60 juta ton bahan ini diproduksi setiap tahun di seluruh dunia terutama menjadi kantung plastik. Untuk memproduksi 1 ton plastik diperlukan 11 barel minyak mentah (BBM). Di negara-negara maju, penggunaan plastic shopping bags (kantung plastik belanjaan) di toko dan supermarket mulai dibatasi dan digantikan dengan paper bags (kantung kertas) yang terbuat dari kertas yang dapat didaur ulang.
Di San Francisco (AS), toko dan supermarket yang masih menyediakan kantung plastik dikenakan denda $100 (hampir Rp 1 juta) untuk pelanggaran pertama kali, dan meningkat denda $200 untuk pelanggaran berikutnya dan jika masih melanggar dikenakan denda $500. Di Australia, toko-toko menjual green bags seharga satu dollar saja namun bisa dipakai berkali-kali. Di Perancis, supermarket (seperti Carrefour) memaksa konsumennya untuk membeli plastik yang dapat dipakai berulang (reusable plastic) dan tas kain non-tenun (non-woven bags). Di Inggris, beberapa toko besar (seperti Tesco dengan Green bag Shceme) memberi discount khusus senilai 1-4 Poundsterling bagi pembeli yang membawa sendiri tas dari rumah.
Apa dosa kantung plastik sehingga harus dikurangi pemakaiannya?
Kantung plastik tergolong barang sekali pakai (disposable; single-use plastic shopping bags) sehingga memperbanyak sampah. Kalau kita belanja bulanan di supermarket, sekali belanja kita akan dihadiahi paling sedikit 4 kantung plastik dalam berbagai ukuran. Jakarta menghasilkan sekitar 6.000 ton sampah setiap hari, yang lebih dari setengahnya adalah sampah non-organik terutama plastik dan kertas. Sampah kantong plastik yang dibuang di Jakarta dapat menutupi 2.600 lapangan sepak bola. Sampah plastik baru bisa terutai di alam (biodegrable) dalam waktu 500-1.000 tahun, sehingga jika tercecer di tanah akan merusak lingkungan (menghambat peresapan air yang menyebabkan banjir dan merusak kesuburan tanah).
Pemerintah Bangladesh melarang kantung plastik karena dianggap penyebab banjir karena menyumbat saluran buangan air di musim hujan. Sekitar 3% plastik di dunia berakhir sebagai sampah yang terapung-apung di permukaan air, termasuk di laut yang menyebabkan kematian banyak ikan paus dan penyu karena sampah plastik tersangkut di pencernaan mereka. Hanya 1% saja kantung plastik bekas yang dapat didaur ulang, terutama karena sulitnya memilah berbagai jenis plastik yang digunakan dan tak sebandingnya biaya recycle dengan harga jual produk recycle, sehingga hampir semua kantung plastik tinggal menjadi sampah. Pemulung saja ogah ambil sampah kantung plastik! Untuk memproduksi plastik, setiap satu tahunnya diperlukan 1 juta barel minyak yang menghasilkan emisi gas rumah kaca perusak lapisan ozon (ditambah lagi sekarang terjadi krisis minyak yang mengakibatkan melambungnya harga BBM).
Bhutan, negara kecil di pegunungan Himalaya (di Asia Tengah dekat India) dalam peringkat kebahagian dunia dinyatakan sebagai negara berkembang yang penduduknya paling berbahagia di dunia. Pemerintah Bhutan melarang kantung plastik dan rokok karena memandang produk itu membuat warganya tidak bahagia.
Apa yang bisa kita lakukan?
Bantu selamatkan bumi dengan membawa tasendiri saat berbelanja ke supermarket atau ke pasar tradisional (ingatlah kebiasaan baik dari Ibu dan Nenek kita yang dulu ketika berbelanja ke pasar tradisional, selalu membawa sendiri tas belanja dari rumah). Sebaiknya gunakan tas ramah lingkungan yang terbuat dari bahan kain yang dapat didaur-ulang (seperti tas belanja ramah lingkungan "Lestari lingkunganku"). Kini mulai tersedia kantung plastik ramah lingkungan (Bio Degradable Plastic Bag) yang terbuat dari tepung singkong (maizena) dan dapat terurai dalam 6 bulan sampai 5 tahun (bandingkan dengan plastik biasa yang baru terurai setelah 500-1.000 tahun). Namun ketersediannya masih terbatas dan masih mahal (Rp. 1.000 per lembar). Bawalah selalu tas ramah lingkungan itu (di mobil atau di motor) sehingga selalu tersedia kapanpun Anda membutuhkannya. Jadi tidak ada alasan, Anda terpaksa menerima kantung plastik. Jika hanya membeli sedikit, mulailah mau/berani menolak pemberian kantung plastik dari toko dan masukkan barang belanjaan ke dalam tas Anda. Ingat, kantung kresek adalah bonus yang tidak berguna. Kurangi penggunaan kantong plastik kresek SEKARANG JUGA. Jika belum dapat menghentikan secara total, lakukanlah secara bertahap, misalnya hanya untuk digunakan untuk membuang sampah di tempat sampah (menjadi plastik sampah/trash bags). Jangan jadi penimbun dan kolektor kantung plastik tak terpakai yang memenuhi rumah Anda. Segera enyahkan dari rumah alias cuci gudang. Anjurkan keluarga, teman, dan tetangga untuk mengurangi pemakaian kantung plastik, dengan menjelaskan bahaya-bahaya yang ditimbulkannya. Jadilah agen penyelamat lingkungan.
Lalu dikemanakan kantung plastik yang masih saya simpan?
Daripada dibuang merusak lingkungan, maka sumbangkan saja ke Program Daur Ulang Tzu Chi bersama-sama sumbangan sampah daur ulang lain (kertas, botol, kaleng, dll). Biarlah Depo Daur Ulang yang akan membereskan masalah sampah kantung plastik Anda. Dengan berbuat ini, Anda mendapat manfaat ganda, yaitu : Turut peduli lingkungan, dengan tidak mewariskan sampah plastik perusak lingkungan, dan Berbuat amal kebajikan karena hasil daur ulang Tzu Chi digunakan untuk kegiatan sosial (pengobatan dan pendidikan bagi masyarakat kurang mampu).
Dengan merubah kebiasaan kecil,
Kita akan berkontribusi dalam
pelestarian lingkungan

SAMPAH PENYUMBANG PEMANASAN GLOBAL

majalahteras.com.
Pemanasan Global merupakan fenomena meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Penyebab pemanasan global diantaranya oleh Greenhouse Effect atau yang dikenal dengan efek rumah kaca. Terjadinya efek rumah kaca ini disebabkan oleh naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Dan kenaikan konsentrasi gas CO2 disebabkan karena adanya kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuh-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.
Untuk istilah efek rumah kaca, diambil dari cara tanam yang digunakan para petani di daerah iklim sedang (negara yang memiliki empat musim). Para petani biasa menanam sayuran atau bunga di dalam rumah kaca untuk menjaga suhu ruangan tetap hangat. Kenapa menggunakan kaca/bahan yang bening? Karena sifat materinya yang dapat tertembus sinar matahari. Dari sinar yang masuk tersebut, akan dipantulkan kembali oleh benda/permukaan dalam rumah kaca, ketika dipantulkan sinar itu berubah menjadi energi panas yang berupa sinar inframerah, selanjutnya energi panas tersebut terperangkap dalam rumah kaca. Demikian pula halnya salah satu fungsi atmosfer bumi kita seperti rumah kaca tersebut.
Selain itu, pemanasan global juga dapat mengacu pada fenomena perubahan iklim yang pada gilirannya menjadi biang terjadinya bencana lingkungan dari skala paling kecil hingga bencana lingkungan dahsyat yang berpotensi meluluhlantahkan kehidupan di bumi. Bencana disini dapat dirasakan mulai dari badai yang dari tahun ke tahun semakin ganas, iklim yang tidak stabil, temperatur yang meningkat, kenaikan air laut, mencairnya es di kutub, banjir dan sebagainya.
Bencana banjir seperti yang kita ketahui dan masih menjadi ancaman terus menerus di seluruh Indonesia, disebabkan salah satunya oleh perubahan iklim sebagai dampak pemanasan global. Fenomena ini belum kita sikapi secara bijak dalam bentuk bersahabat dengan alam, mulai paling yang sederhana membuang sampah pada tempatnya. Masih banyak ditemui sampah bertumpukan diselokan-selokan dan sungai-sungai menambah terhambatnya aliran air permukaan.
Belum lagi, masalah-masalah besar seperti penggundulan hutan, penggalian yang berlebihan terhadap sumber daya alam di bumi dan berbagai bentuk perusakan lingkungan lainnya.
Ulah manusia
Berdasarkan data the Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) disebutkan, terdapat bukti baru dan kuat dari hasil pengamatan selama lima puluh tahun terakhir bahwa pemanasan global disebabkan oleh ulah tangan dan kegiatan manusia. Laporan ini memprediksi terjadinya peningkatan suhu global antara 1,4 hingga 5,5 drajat celcius pada abad ini, tergantung pada jumlah bahan bakar fosil yang kita bakar serta kepekaan sistem iklim.
Pada dasarnya, perubahan iklim juga disumbang dari meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer sehingga menyebabkan pemanasan bumi yang antara lain, disebabkan kegiatan manusia dari berbagai sektor seperti energi, kehutanan, pertanian dan peternakan serta sampah.
Hati-hati dengan sampah
Laporan yang sama juga menyebut bahwa sampah mempunyai kontribusi besar terhadap meningkatnya emisi gas rumah kaca. Apa pasalnya?Penumpukan sampah tanpa diolah akan melepaskan gas metana (CH4). Setiap 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metana. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat, diperkirakan pada 2020, sampah yang dihasilkan sekitar 500 juta kg/hari atau 190 ribu ton/tahun. Hal tersebut berarti, Indonesia akan mengemisikan gas metana ke atmosfer sebesar 9.500 ton. Jika tidak mengambil tindakan menguranginya UNEP (United Nations Environment Programen) diperkirakan akan terjadi kekurangan air di Timur Tengah, hilangnya delta sungai Nil, pencairan es disertai tanah longsor dan masih banyak lagi.
Kelola TPA
Sampah memang diindikasikan menjadi salah satu penyumbang gas rumah kaca. Untuk itulah pembuangan sampah terbuka di tempat pembuangan akhir (TPA) harus diperhatikan. Sampah organik yang tertimbun mengalami dekomposisi secara anaerobic. Proses itu menghasilkan gas metana (CH4). Sampah yang dibakar juga akan menghasilkan gas CO2. Gas CH4 mempunyai kekuatan merusak 20 kali lipat dari gas CO2.
Untuk itu, seiring antisipasi terjadinya degrasi pemanasan global dewasa ini, kementrian lingkungan hidup berupaya memastikan adanya revolusi lingkungan melalui Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah yang disahkan 7 Mei lalu oleh Presiden SBY. Dalam UU tersebut, ditegaskan paradigma baru dalam pengelolaan sampah yakni "kumpul-pilah-olah" dari yang sebelumnya "kumpul-angkut-buang", melalui UU itu pula, prinsip pengelolaan sampah yang ditekankan lebih mengutamakan prinsip pengendalian pencemaran serta prinsip sebagai sumber daya.
Pelaksanaan kedua prinsip tersebut lebih mengarah pada penerapan 3R (Reduce, Reuse, Recycle), Extended Producer's Responsibility (EPR). Artinya pemanfaatan sampah dan pemrosesan akhir sampah melalui pembagian kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Memang, tanpa adanya ancaman pemanasan global pun, tumpukan sampah yang menggunung di TPA telah menjadi masalah tersendiri. Bau yang menyengat, air lindi yang mencemari sumber air disekitar TPA dan bahkan ledakan gas metana (CH4) yang menimbulkan korban jiwa, misalnya kasus TPA Leuwi Gadjah, Bandung, TPA Bantar Gebang, Bekasi dan lain-lain.
Namun pelaksanaan paradigma "kumpul-olah-pilah", bukanlah hal yang mudah. Ada banyak upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi persoalan sampah. Dari kesemua upaya yang ada hendaknya bertumpu pada bagaimana mencari solusi guna mengatasi permasalahan pengelolaan sampah.
Paling tidak untuk saat ini telah ada payung hukum nasional soal pengelolaan sampah, tinggal bagaimana mengembangkan kebijakan dan regulasi operasional berkaitan dengan pengelolaan sampah dengan cara baru : pengelolaan yang berlandaskan pada prinsip sampah adalah sesuatu yang harus dikurangi dan jika sudah terlanjur menjadi sampah, harus bisa diolah menjadi sumber daya yang dapat dimanfaatkan.
Kuncinya cuma satu : perubahan mindset! Yang jelas bukan hal yang mudah. Tetapi bukan mustahil untuk dilaksanakan secara bersama.@ dari berbagai sumber.

Kamis, 16 April 2009

Olah Limbah Jadi Rupiah

Tumpukan sampah bukan pemandangan yang aneh di kota-kota besar seperti Jakarta. Bau menyengat, lalat yang beterbangan, belatung yang menari-nari itu juga hal biasa buat orang kota. Karena mereka menganggap sudah ada petugas yang akan datang dan membersihkan semuanya, jadi cukup dengan menutup hidung tanpa menoleh dan jalan tergesa-gesa ketika melintasi tumpukan sampah. Bahkan mereka juga tidak mau tau dibawa kemana tumpukan sampah yang menggunung itu setiap harinya oleh truk-truk sampah.

Ironis memang, semua orang sibuk dengan aktivitasnya sehingga tidak sempat memikirkan masalah sampah padahal itu semua mereka yang menghasilkannya. Sudahkah kita menghitung berapa banyak sampah yang kita hasilkan dalam satu hari?satu keranjang atau satu kantong plastikkah?jika dalam satu bulan atau satu tahun berapa banyak yang kita sumbangkan untuk polusi udara, polusi air dan tanah.

Tapi patut kita syukuri, ternyata masih ada sekelompok orang yang mau dan peduli terhadap sampah, ditangan mereka yang kreatif dan inovatif sampah disulap menjadi barang yang lebih bermanfaat dan mempunyai nilai jual tinggi sehingga menghasilkan jutaan rupiah. Diantaranya di tangan Bapak Aswin Aditya sampah plastik disulap menjadi tas, payung dsb untuk diekspor ke luar negeri, di tangan Bapak Ahmad Baedowy botol plastik dan gelas plastik disulap menjadi biji pelet plastik sebagai bahan baku pabrik plastik, di tangan Bapak Ujang Solichin sampah organik disulap menjadi briket sebagai pengganti bbm untuk memasak, dan masih banyak lagi aktivis-aktivis lingkungan hidup yang mengubah sampah menjadi rupiah. Kapankah kita bisa seperti mereka?